Chapter 94: Uang Tidak Bisa Membeli Segnya!
Ketika Vero melihat kedua orang itu tidak menoleh sama sekali, dia dengan cepat menjadi marah dan menyuruh kedua pengawalnya untuk menghentikan mereka.
"Aku bng berhenti!"
Suara Vero benar-benar keras, dia tertatih-tatih mengejar Randika dan Indra. Untungnya kedua pengawalnya berhasil mencegat mereka.
Randika mengerutkan dahinya dan menoleh ke arah Vero. "Kau memanggil kami?"
"Siapagi memangnya yang ada di sini? Apa kau tidak dengar aku berteriak dari tadi?" Omel Vero dengan napas terengah-engah. Keringatnya mengalir deras dan membuat bajunya menjadi basah.
"Banyak pejn kaki yang berjn sama kita, bagaimana caranya aku tahu kau memanggilku? Aku punya nama dan js itu bukan ''hei'' ataupun ''berhenti''."
"Kau!" Vero tidak menyangka Randika akan bersifat kurang ajar seperti itu. Dia sekaligi meledak. "Aku tidak punya urusan denganmu, pergi sana dasar pria miskin!"
Vero dengan cepat menoleh ke arah Indra dan berkata dengan nada dingin. Aku ingin membeli benda itu, katakan hargamu."
"Aku tidak berniat menjualnya." Indra menggelengkan kepnya.
"Ha? Ini yang membuatku benci dengan orang macam kalian. Dikasih kesempatan menjadi kaya kalian mh menknya." Vero menggelengkan kepnya. "Lima juta!"
Randika dengan santai mengatakan. "Lima juta? Apa kau tidak sekaya seperti dugaan kami? Js-js kau bisa membelinya dengan lima puluh juta."
Vero menatap tajam ke arah Randika. "Siapa memangnya kamu? Tiba-tiba nimbruk tidak js."
"Dia adh kakak seperguruanku, aku mendengarkan kata-katanya." Jawab Indra.
Vero terkejut mendengarnya, dialu menatap Randika dan mengatakan. "Sepuluh juta!"
Randika menatap jijik padanya. "Yakin kau itu orang kaya?"
"Lima bs juta!" Jawab Vero.
"Sudah, jika kau tidak punya uang jangan memaksa. Aku tidak peduli dengan penawaranmu yang rendah itu." Mata Randikalu menjadi dingin dan pergi meninggalkannya.
"Kau harus menjualnya padaku hari ini! Apa pun yang terjadi, boneka itu akan png denganku!" Vero mi marah, tidak ada barang di dunia ini yang tidak bisa dia beli.
"Dua puluh lima juta!"
Vero terus menawar tanpa henti.
Meskipun sudah tidak berjn, Randika tidak menoleh sama sekali.
"Dua puluh lima itu sudah cocok buat kalian. Dengan uang sebanyak itu kalian tidak perlu khawatir membayar kos-kosan kaliangi, jangan telu serakah."
Randika menoleh dan membentak Vero. "Mau berapa juta pun, aku tidak sudi menerima uang haram dari orang tidak tahu diri sepertimu!"
Anggapan bahwa uang bisa membeli segnya membuat Randika jijik terhadap perempuan ini. Apgi dia menganggap dirinya ini orang miskin, ini yang benar-benar tidak bisa diterima oleh Randika.
Uang tidak bisa membeli segnya!
"Apa?" Vero menjadi marah dan menjulurkan telunjuknya ke hidung Randika. Sebelum dia bisa mengancamnya, Randika sudah mencengkeram erat jari itu dan meremasnya dengan kuat. Tiba-tiba Vero berteriak kesakitan.
"Uang bukah segnya di dunia ini, jika kau meremehkan setiap orang yang kau lihat maka orang yang kau remehkan sekarang ini bisa membunuhmu!" Tatapan Randika menjadi serius. "Lain kali ku kau berani meremehkankugi, aku akan memotong jarimu ini."
Namun, Vero berteriak keras. "Tolong aku! Ada pencuri"
Mendengar hal itu, Randika mengh napas dingin. Dialu melepas jari Vero tetapi dia berhasil menekan beberapa titik akupuntur sebelum dia melepasnya.
Vero dengan cepat berlindung di balik kedua pengawalnya. Tatapan matanya dipenuhi dengan kebencian pada Randika.
Pada saat ini, orang-orang mi berkumpul karena teriakan minta tolong Vero. Boneka ginseng di pundak Indra merasa penasaran kenapa begitu banyak orang berkumpul. Ia menjadi cemas dan melompat tidak karuan di atas kep Indra.
Randika tidak berbicara maupun bergerak. Namun, tiba-tiba para penonton ini berteriak histeris.
Vero merasa bangga atas kepintarannya itu, dia tidak ingin membunuh Randika minkan membuatnya malu.
Tetapi, dia merasa ada yang aneh. Para pejn kaki itu menunjuk ke arahnya.
Ada apa memangnya?
Tiba-tiba, Vero merasa ada yang mengalir keanya dan raut wajahnya segera berubah. Kenapa dia mengompol?
Para pejn kaki yang melihatnya semua tertawa melihatnya.
Air pipis yang kuning itu dengan cepat menjadi genangan air dan Vero tidak bisa menghentikannya meskipun sudah ngeden.
"Hahaha!"
Semua pejn kaki itu merasa terhibur.
"Wah nenek lupa pakai popoknya!"
"Percuma kaya ku tidak bisa menjaga tata krama, masa pipis saja di jn."
"Ternyata orang kaya bisa ngompol juga."
Mendengar ejekan ini, Vero merasa sudah tidak punya wajah. Dia menatap pria yang dia rasa bertanggung jawab terhadap semua kejadian memalukan ini.
Dasar bajingan!
"Aku akan membunuhmu bocah desa!"
Kedua pengawalnya dengan cepat menerjang Randika. Namun, keduanya dibuat myang oleh Randika dengan satu tendangan dan menabrak Vero dengan keras.
"Jangan sentuh aku, aku ini g kebersihan tahu!" Kata Randika dengan santai.
Pada saat ini, Vero tertindih oleh sh satu pengawalnya. Genangan air pipisnya membuat bajunya semakin basah, hal ini membuatnya menjadi semakin malu.
Para pejn kaki yang melihatnya semakin tertawa keras.
"Apanya yang lucu!" Vero dengan cepat berdiri dan berteriak ke arah kerumunan.
Randika sudah berniat untuk pergi meninggalkan tempat itu tetapi tiba-tiba Vero berteriak ke arahnya. "Hei bocah miskin, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!"
Vero dengan cepat menghampiri Randika dengan sebuah pisau yang dibawanya. Tetapi, tatapan dingin Randika membuatnya merinding ketakutan.
Vero menghentikanngkahnya dan merasa panik di dm hatinya.
Sma perempuan ini yang menyerangnya, Randika akan dianggap memb diri. Tetapi perempuan ini sekarang terdiam jadi dia tidak bisa menyerangnya. Justru keadaan buntu ini membuat Randika bisa berpikir jernih. Berapa persen kekuatan tendangan yang perlu dia berikan pada perempuan gemuk ini, dia khawatir akan membunuhnya apab telu kuat menendangnya.
Melihat tatapan dingin dan tajam Randika, tanpa sadar membuat Vero mengambil satungkah mundur. Tetapi mendengar suara tawa para pejn kaki membuat dia membtkan tekadnya.
"Mati kalian berdua!" Teriak Vero sekuat tenaga.
Para penonton terkejut mendengar teriakan Vero itu. Kedua pengawal Vero tidak punya pilihan sin untuk ikut menerjang.
"Jangan biarkan kedua bocah miskin iniri dari sini, aku ingin melihat mayat mereka dikubur hari ini juga!" Kemudian Vero menunjuk ke arah boneka ginseng. "Benda itu jangan kalian bunuh, benda itu milikku!"
"Nyonya tidak perlu khawatir." Meskipun mereka terpental tadi, tatapan mata mereka tidak menunjukan rasa takut sedikitpun.
"Sekarang kalian akan menyesal tidak menerima penawaranku yang tadi. Sekarang aku akan membuat kalian menderita!" Tatapan mata Vero sudah seperti orang g, dia merasa bahwa kedua orang ini akan tergeletak di rumah sakit sebentargi.
Beberapa pejn kaki hanya bisa melihat mereka. Perempuan paruh baya itu benar-benar kejam. Dengan adanya senjata dan kedua pengawal itu, para pejn kaki itu sudah siap menelepon ambns buat Randika.
"Kak, biarkan aku yang menghajar mereka." Kata Indra dengan ekspresi serius. Randikalu menghnginya sambil mengatakan. "Biarkan aku saja, kau tidak bisa mengatur kekuatanmu dengan baik."
Kedua pengawal itu mencoba pendekatan yang berbeda, mereka akan mengepung kedua orang yang menyinggung perasaan majikannya itu. Mereka merasa tendangan Randika yang tadi hanyh kebetn karena mereka meremehkannya. Sekarang mereka akan bertarung sekuat tenaga.
Keduanya segera menerjang Randika dan Vero sudah tertawa seperti orang g di samping. Para pejn kaki sudah berdoa untuk kesmatan Randika.
Tetapi, sh satu dari pengawal itu mendarat tepat di kaki Vero.
Tawa Vero tidakgi terdengar dan keprihatinan para pejn kaki menjadi kebingungan. Apa yang sebenarnya terjadi?
Ketika mereka menatap Randika, dia ternyata sudah berhasil menangkap pergngan tangan si pengawal dan menaruhnya di bkang punggungnya.
Lalu Randika menendangnya dan dia mendarat tepat di kaki Vero.
"Kalian menganggap diri kalian seorang pengawal? Kalian hanya dua orang lemah!" Kata Vero pada kedua pengawalnya itu. "Kalian bahkan tidak bisa menghkan dua bocah miskin itu, ku kalian tidak segera membunuhnya kalian akan kupecat!"
Kedua pengawal ini dengan cepat berdiri dan pehan menghampiri Randika.
Randikalu mengejek mereka dengan meludah di tanah dan menyuruh mereka menyerangnya bersamaan.
Kali ini, kedua pengawal ini menyerang dari kiri dan kanan. Randika dengan cepat menghampiri sh satu dari mereka dan mencengkeram erat pergngan tangannya. Randikalu memutar tangannya dan tubuh si pengawal tersebutngsung berlutut di tanah. Dia merasa tangannya mau patah.
Saat ini, serangan pengawal satunya sudah hampir mengenai Randika. Hanya menggeser kepnya sedikit Randika berhasil menghindarinya. Lalu Randika mencengkeram erat pergngan tangannya dan sekarang kedua pengawal tersebut ditahan oleh Randika.
Satu per satulu dibuat pingsan oleh Randika. Seth itu Randika menatap tajam pada Vero yang tidak jauh darinya.
Melihat hal ini Vero sudah gemetar ketakutan. "Kalian Kalian mau apa!"
Randika berjn menghampirinya dan berkata dengan nada dingin. "Jangan khawatir, aku tidak akan membunuhmu. Aku tidak mau mengotori tanganku yang bersih ini."
Dengan cepat Vero beri menjauhi Randika namun dia tersandung. Bajunya yang sudah tidak muat itu menjadi robek oleh karenanya. Perut gemuknya dengan cepat menyembul keluar dan terekspos.
"Ah!" Vero berteriak kesakitan dan para pejn kaki ini menikmati hiburan tidak biasa ini.
"Indra, cepat ikat orang ini di sana!" Kata Randika pada Indra.
"Oh" Indralu menuruti Randika dan mengangkat Vero yang masih tergeletak di tanah. Dialu mengikat Vero di tiang rambu yang ada di pinggir.
Vero, dengan perutnya yang menyembul keluar, terikat kuat di tiang dan menjadi bahan tertawaan banyak orang.
Randika dan Indralu meninggalkan perempuan tua itu dan mnjutkan rencana makan siang mereka.
Sgi mereka berjn, boneka ginseng itu tiba-tiba mengeluarkan suara seakan-akan sedang meminta maaf pada Indra.
Lalu, di bawah tatapan tajam Randika, boneka ginseng itu meluncur turun dari pundak Indra dan bri.
"Kau tidak bisa kabur!" Randika dengan cepat berusaha menangkapnya tetapi usahanyagigi gagal.
Boneka ginseng ini sekaligi menghng.
Randika menampar tanah dengan keras sedangkan Indra hanya menggaruk-garuk kepnya. "Kak, aku tidak mengerti mengapa dia pergi."
Randikalu berdiri. "Tidak apa-apa. Nanti ku dia datanggi, beritahu aku."
"Baih." Indra menganggukan kepnya.
Lagigi misi Randika untuk menyembuhkan dirinya itu tertundagi.