MillionNovel

Font: Big Medium Small
Dark Eye-protection
MillionNovel > Legenda Dewa Harem > Chapter 138: Menyelamatkan

Chapter 138: Menyelamatkan

    Chapter 138: Menymatkan


    Randika Cuma bisa menahan malunya, hari ini ditakdirkan menjadi hari penuh dengan kemaluan dan acara mems.


    "Kak, biarkan aku yang mencoba untuk berbicara dengannya." Kata Indra pada Randika. Kemudian Indra berpaling ke arah boneka ginseng itu dan mengeluarkan setetes darah dari telunjuknya. Dengan cepat dan sekuat tenaganya, boneka itu menggelengkan kepnya. Randikangsung mengh napas.


    "Kami hanya membutuhkan setetes darahmu saja." Kata Indra dengan wajah serius. "Dengan itu kakak seperguruanku ini bisa menymatkan nyawa orang."


    Boneka itu masih menggelengkan kepnya, tetapi ketika ia melihat wajah serius sahabatnya entah kenapa ia ekspresinya mi berubah.


    Randika, yang melihat dari samping, berdoa dm hati bahwa hal ini akan berhasil. Indra terus-menerus menatap boneka itu dengan wajah seriusnya dan ekspresi boneka itu berubah menjadi sedih.


    Seth ditatap oleh Indra sekianma, boneka itu berhenti menggelengkan kepnya dan mengangkat kepnya. Dialu ragu-ragu menjulurkan tangannya dan dengan ekspresi tidak r ia mengeluarkan darahnya dari tangannya itu. Tiba-tiba manik-manik berbentuk b keluar di tangannya dan ia memberikannya pada Indra.


    Randika melihat hal ini dengan ekspresi gembira, dialu menjulurkan jarinya untuk mengambilnya dari Indra. Dan secara ajaib, manik-manik berisikan darah itu bergulir sendiri ke jari Randika.


    Darah dari boneka ginseng ini memang unik, berwarna putih dan bertekstur lembut dan halus.


    Seth memberikan darahnya, boneka ginseng itu melompat dan mendarat di atas kep Indra. Dia menjambak rambut Indra dan berteriak ke dm kepnya, seakan-akan mengkomin Indra karena memaksanya berbuat seperti itu.


    Indra hanya tersenyum ketika melihat sahabatnya itu sedangkan Randika berterima kasih pada Indra. Kemudian Randika dengan cepat membeli tabung reaksi untuk menyimpan darah berharga itu danngsung berangkat menuju rumah sakit.


    Sin dari Viona yang duduk di samping ranjang neneknya, ada sepasang suami istri paruh baya yang duduk di sampingnya. Si istri tampak th menangis seharian dan matanya sudah bengkak bukan main. Sedangkan yangki berwajah serius namun tatapan matanya terlihat kosong.


    Tanpa perlu bertanya, kedua orang itu pasti orang tuanya Viona.


    Pada saat ini Viona masih menangis pn ketika melihat banyaknya dokter dan perawat mengerubungi neneknya yang masih koma. Pengunjung yangin dan pasieninnya yang melihat hal ini hanya bisa menyampaikan bsungkawanya dm hati.


    "Dok, apakah tidak ada carain untuk menymatkannya?" Tanya ayahnya Viona.


    "Kami th berusaha sebaik mungkin." Seorang dokter senior menatap ayahnya Viona. "Kondisi beliau terus menurun setiap detiknya. Sayangnya beliau sudah berada di tahap akhir kehidupannya, kami hanya bisa memperpanjang hidupnya sma mungkin tetapi itu tidak bisa lebih dari tiga hari."


    Mendengar hal ini, ibunya Viona mengusap air matanya dan berdiri. "Dok, tolong smatkan ibuku. Uang bukah mash, smatkan saja ibuku ini!"


    "Maaf, ini bukan perkara uang. Beliau memang sudah berumur dan tidak bisa dismatkan." Dokter itu mengh napas. "Saya harap pihak keluarga siap merkan kepergian beliau."


    Namun, pada saat ini Randika masuk ke dm ruangan.


    "Viona.."


    Mendengar suara familiar itu, Viona mengangkat kepnya dan melihat sosok Randika.


    "Randika" Viona masih meskan air matanya.


    "Sudah berhenth menangis, aku akan menymatkan nenekmu itu." Kata Randika sambil tersenyum.


    Namun ketika para dokter dan perawat mendengar hal ini, mereka semua menatap Randika dengan tajam.


    "Anak muda, jangan berkata yang tidak-tidak." Dokter senior itungsung mengerutkan dahinya. Dia sudah berpuluh tahun menjadi dokter dan ribuan kasus sudah dia tangani, dan sekarang ada anak muda yang berkatain? Bahkan dia sesumbar akan menymatkan pasiennya?


    Baginya tidak semua pasien bisa dismatkan, mereka ini dokter bukan penyihir!


    "Nak, aku tahu kamu ingin menghibur anak kami." Kata ayah Viona pada Randika. "Tetapi kita tidak bisa mwan kehendak Tuhan dan kami keluarganya sudah siap melepas beliau ke tempat yang lebih baik."


    Para pasien dan pengunjung di samping mereka mengh napasgi. Keluarganya begitu baik dan menyayangi si nenek, mereka tidak bisa membayangkan betapa kehngannya mereka seth nenek itu pergi meninggalkan keluarganya.


    Randika hanya tersenyum. "Om, aku tidak pernah berkata omong kosong. Aku yakin bisa menymatkannya!"


    Ayah Viona terdiam beberapa saat, dm sekejap tatapan matanya penuh dengan harapan. "Apakah itu benar?"


    "Hei kau, hentikan omong kosongmu itu." Sh satu dokter sudah muak dengan Randika. "Kami sudah berusaha sebaik mungkin merawat nenek ini. Sudah js bahwa diagnosa kami mengatakan bahwa nenek ini sudah tidak bisa bertahan karena gej usia yang sudah tua, organ-organnya sudah mi tidak berfungsi dengan baik. Hal seperti ini sudah tidak bisa dismatkan, mati karena usia adh hukum m!"


    Nada suara si dokter itu penuh dengan amarah dan para perawat di sampingnya tidak bisa berhenti mencemooh Randika. Mereka menganggap Randika benar-benar arogan.


    "Aku memahami dan merasakan ketulusanmu ingin menymatkannya." Ibu Viona berdiri sambil mengusap air matanya. "Tetapi nak, kita tidak bisa mwan yang namanya usia. Mungkin Tuhan sudah ingin bertemu dengan ibuku ini jadi yang bisa kitakukan hanyh menerimanya dan melepasnya dengan tulus."


    Mendengar kata-kata istrinya dan dokter, ayah Viona yang berwajah gembira itu segera menjadi murung kembali. "Apa yang mereka katakan benar, aku tidak menyangka kamu akan tega berkata seperti itu untuk menghibur anak kami."


    "Om, biarkan aku mencoba." Kata Randika dengan nada penuh percaya diri. "Aku yakin bisa menymatkannya."


    Melihat kekerasan kepnya Randika, tatapan mata Viona menjadi penuh harapan. Ketika Randika penuh dengan percaya diri, keajaiban slu terjadi.


    Hal ini menumbuhkan rasa percaya seiring berjnnya waktu. Jadi ku Randika mengatakan bisa maka dia pasti bisa!


    Dan sekarang, wajah Randika benar-benar penuh dengan percaya diri. Viona benar-benar senang di dm hatinya, dia yakin Randika bisa. Lalu dia menatap ayahnya dengan tatapan penuh makna.


    "Baih." Melihat tatapan mata anaknya itu, ayahnya Viona akhirnya setuju.


    Melihat keluarga pasien setuju, para dokter ini tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa menatap tajam Randika, orang ini benar-benar menc nama mereka!


    "Permisi, tolong minggir." Melihat seorang dokter menghngi jnnya, Randika memintanya untuk minggir.


    "Cih." Dokter itu mendengus dingin dan memberi jn untuk Randika. Para dokter ini tidak pergi namun ingin melihat bagaimana pemuda ini akan menymatkan pasien mereka.


    Dm lubuk hati mereka, mereka sama sekali tidak percaya bahwa Randika bisa menymatkan nenek itu. Js bahwa organ-organnya sudah kehngan fungsinya, kematian adh hal yang pasti jadi mana mungkin bisa menymatkannya.


    Terlebihgi, tubuh nenek itu sudah telu tua dan tidak bisa menerima obat yang telu keras jadi estimasi 3 hari hidup itu sudah sangat bagus.


    Melihat tatapan mata para dokter itu, Randika hanya bisa tersenyum dan menatap mereka. "Bisa minta tolong bantu aku mengangkat badannya?"


    Dokter senior yang sebelumnya terdiam mengangguk pada perawat di sampingnya. Lalu dua perawat menghampiri Randika dan membantunya mengangkat si nenek.


    "Tolong lepaskan pakaiannya."


    Randikalu mengeluarkan tabung reaksi yang berisikan darah dari boneka ginseng itu dan jarum akupunturnya.


    "Buat apa kamu membuka bajunya?" Seorang dokter mengerutkan dahinya.


    "Oh? Cara perawatan itu tidak biasa, aku menggunakan teknik akupuntur." Kata Randika sambil tersenyum. "Karena nenek ini sudah tua, kulitnya sudah kendur jadi aku kesusahan merasakan titik akupuntur dari balik baju. Jadi aku perlu melepas pakaiannya dan merasakannyangsung dari kulitnya."
『Add To Library for easy reading』
Popular recommendations
A Ruthless Proposition Wired (Buchanan-Renard #13) Mine Till Midnight (The Hathaways #1) The Wandering Calamity Married By Morning (The Hathaways #4) A Kingdom of Dreams (Westmoreland Saga #1)