Chapter 171: Petunjuk (2)
"Kenapa?" Deviana menatap Randika dengan wajah bingung.
"Kalung ini punya Christina, aku pernah lihat dia memakainya." Kata Randika. "Dan tadi pria berengsek ini memakainya."
Kali ini, tatapan tajam Deviana jatuh pada Rio.
Di bawah tatapan tajam dua orang, Rio ingin menangis darah. Memangnya ada apa dengan kalung itu?
"Di mana kau mendapatkan kalung itu?" Tanya Deviana dengan nada dingin. "Jangan coba-coba berbohong atau temanku ini akan menyakitimugi."
Rio menjawab dengan senyuman pahit. "Kalung itu aku dapat dari bosku tadi mm."
"Bosmu?" Tatapan mata Randika benar-benar dingin. "Bagaimana dia bisa mendapatkannya? Jskan padaku."
Dengan tubuh gemetaran, Rio menjawab. "Kemarin mm aku dan teman-teman sedang jn-jn di sekitar sini. Terus kami lihat ada wanita cantik jn sendirian dan jnan terlihat sepi. Teman-temanku memutuskan untuk menculiknya."
"Apa?" Deviana tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Kasus penculikan memang jarang terjadi di kota ini, tetapi dia tidak menyangka bahwa proses penculikan akan terjadi hanya karena ada kesempatan bukan dengan perencanaan detail.
Randikalu bertanya. "Lalu?"
Nada suara Randika benar-benar menyeramkan bagi Rio, dia menjadi ragu dan berhenti berbicara. Randika menjulurkan jari telunjuknya dan menaruhnya di atas dada Rio, Rio merasa tngnya akan patah.
"Seth kita mengikatnya, kita ingin memperkosanya tetapi wanita itu memberontak terus. Terlebih dia melukai sh satu temanku jadi kita kirim wanita liar itu ke bos sebagai hadiah. Oleh karena itu bos memberikanku bsan berupa kalung emas ini."
Dengan tubuh basah oleh keringat, Rio memperhatikan ekspresi Randika. Dia takut ceritanya tidak dapat memuaskan orang mengerikan itu.
Tapi tanpa diduga, jari telunjuk Randika terangkat dan tpak tangannya berada di dadanya. Dengan dialiri sedikit tenaga dmnya, rasa sakit segera menyebar di seluruh tubuh Rio.
"AH!!"
Suara rintihan kesakitan ini tidak dapat terdengar, Randika dengan cepat menutup mulutnya dengan tangan kirinya.
"Bagaimana keadaan perempuan itu?" Tanya Deviana.
"Aku tidak tahu. Aku sama sekali tidak tahu keadaannya semenjak kuberikan pada bos." Ekspresi Rio benar-benar kesakitan, dia sama sekali tidak bisa menggerakan tangan Randika yang ada di atas dadanya.
"Tunjukan jnnya." Kata Randika sambil menendangnya.
Rio berdiri sambil menahan rasa sakitnya, rasa benci mi memenuhi hatinya. Dia ingin menggunakan kesempatan ini untuk kabur. Tetapi, dari bkang Randika berbisik padanya. "Jika aku tidak melihat wajah bosmu dm setengah jam, nyawamu akan myang dari dunia ini."
Singkat, padat dan js, ancaman Randika benar-benar membuat Rio tidak berani berbuat macam-macam.
Rio merasa bahwa ancaman itu nyata dan membawa kedua orang ini ke markas bosnya.
Deviana mengabari kantornya dan menk bantuan yang akan dikirimkan. Kemungkinan besar dia akan menemukan markas perdagangan manusia, jadi dia tidak boleh membuat orang-orang tersebut waspada. Kejahatan seperti ini benar-benar tersembunyi dan biasanya memiliki mata di kepolisian.
Setengah jam kemudian, Rio membawa Randika dan Deviana ke bangunan terpencil di bagian barat kota. Mereka dibawa ke distrik yang dikenal sebagai Sin City kota Cendrawasih. Tempat ini dipenuhi oleh prostitusi, tempat perjudian ilegal, sarang narkoba dll. Tingkat kejahatannya merupakan yang tertinggi daripada tempatin.
Para aparat penegak hukum sudah menutup mereka terhadap tempat ini tetapi pku kejahatan yang bertindak telu lewat batas seperti membunuh atau merencanakan serangan teroris maka mereka tidak akan sungkan-sungkan menangkap dan memenjarakan.
"Ini tempatnya" Rio menoleh dan mempershkan Randika untuk masuk. Namun, Randika mengangkat tangannya dan menamparnya dengan keras. Seluruh tubuh Rio berputar bagaikan sedang menari balet dan jatuh pingsan tanpa bisa berkata apa-apa.
Seth itu Randika dan Deviana masuk bersama-sama.
Berjn di gedung terbengki ini, kedua orang ini segera dihadang oleh 2 orang preman dengan tongkat bisbol di tangannya.
"Siapa kalian?" Ketika dua preman ini melihat kedua orang asing ini, tatapan mereka justru jatuh pada tubuh sexy milik Deviana. Karena Deviana tidak ingin identitasnya sebagai polisi membuat kegaduhan di distrik ini, dia memakai baju santainya yang sederhana. Namun kemolekan tubuhnya masih tidak dapat dia sembunyikan.
Kedua mata mesum itu terus menatap dada dan pantat Deviana. Sayangnya, kedua mata itu harus terpejam beberapa saat.
DUAK!
Keduanya mendapatkan pukn bertenaga dari Randika, dm sekejap mereka sudah pingsan tak sadarkan diri.
Randika mengibaskan tangannya dan menggeledah kedua preman itu. Devianalu berjongkok dan hendak memborgol mereka.
"Mereka ini cuma ikan teri, ikan kakapnya ada di dm. Lebih baik kamu menyimpannya buat orang yang lebihyak memakainya." Kata Randika sambil menggeledah.
Deviana mengangkat kepnya dan menyadari bahwa Randika sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Dari mana Randika tahu apa yang akan dkukannya tanpa menoleh?
Meskipun masih banyak pertanyaan tentang Randika yang menggenang di hatinya, Deviana menyusul Randika yang sudah berjn agak jauh darinya.
Di dm gedung terbengki ini, terdapat beberapa preman di dmnya.
"Giliranku, flush sekop!" Seorang preman mengeluarkan 5 kartu sambil merokok.
"Bajingan, kartumu bagus-bagus daritadi!" Lawannya murka karena kartunya dari tadi jelek.
"Kh ya kh, jangan banyak san." Preman itu mematikan rokoknya dan sudah tidak sabar mengambil uang teman-temannya itu.
Sin dari empat orang yang sedang bermain kartu itu, beberapa oranginnya sedang asyik minum. Di tengah-tengah meja terdapat banyak jenis alkohol, makanan, cemn.
Kelompokinnya terlihat hanya sedang mengobrol sambil merokok.
Ketika Randika dan Deviana masuk, mereka sama sekali tidak memedulikannya.
Randika hanya berdiri diam sambil memperhatikan mereka, para preman itu sama sekali tidak mencurigai dirinya.
"Full tujuh!"
"Tuh kan, kamu pasti curang. Dari tadi kamu dapat 5 kartu terus, kamu pasti curang."
"Lha? Kamu sendiri yang mengocok kartunya bukan? Kok mh nuduh aku curang? Sudah sini mana uangmu!"
Deviana mengerutkan dahinya, dia merasa bingung. Kenapa pemandangan ini mirip seperti kantornya?
Tapi perbandingan ini sedikit tidak sopan, teman-temannya tidak akan berjudi dan mabuk-mabukan di tempat kerja.
Randikalu menghampiri preman yang sedang asyik minum. "Aku mencari bosmu."
"Bos ada dintai dua, naik sendiri saja sana." Preman itunjut meminum birnya.
Deviana terkejut mendengarnya, dia tidak tahu harus tertawa atau merasa kasihan pada si bos.
Diin sisi Randika sama sekali tidak peduli, dia berjn melewati kerumunan penjahat ini dan berjn kentai 2.
Deviana mengekorinya sambil terheran-heran, mereka sama sekali tidak dicegat oleh orang-orang ini!
Ketika mereka sudah menaiki tangga, preman yang memegangi botol birnya itu mendadak teringat sesuatu. "Siapa tadi ya? Aku tidak pernah melihat orang itu dan dia mencari si bos."
"Aduh ikan teri seperti kamu itu tidak tahu apa-apa. Ku dia mencari bos, berarti dia sedang mencari narkoba jadi biarkan saja. Sudah minumgi sini, hari ini kita akan memecahkan rekor minum terbanyak kita sebelumnya!"
Pada saat ini, Randika dan Deviana sudah dintai 2. Saat mereka masuk ke dm ruangan, mereka melihat seorang pria gemuk sedang menggulung kertas. Pria gemuk itu menunduk dan menghisap yang sepertinya heroin di atas meja.
HISS
Pria itu merasa dirinya sudah myang di atas awan. Dia sama sekali tidak menyadari Randika yang duduk di hadapannya.
"Sin, barang ini slu nendang."
Seth sekianma, pria itu akhirnya membuka matanya dan menyadari ada sosok aneh di hadapannya.
Pandangannya yang masih kabur itu membuatnya berpikir dia masih berhalusinasi.
Namun dm sekejap, seth dia dapat melihat dengan js, pria itu mengeluarkan pistolnya dan membidik ke arah Randika,
Klik!
Bos para preman ini menembakan pistolnya tetapi ternyata tidak ada pelurunya. Pada saat ini, Randika mengangkat tangannya dan peluru mi berjatuhan dari genggaman tangannya.
"Apa kamu menculik seseorang kemarin?" Tanya Randika dengan wajah datar.
"Siapa kamu?" Bos ini berwajah tenang, sma hidup di dunia kejahatan tidak ada yang dia takuti.
Namun yang menjadi pertanyaannya adh kenapa bawahannya itu semua membiarkan penyusup ini masuk ke dm ruangannya? Apa mereka semua sudah dia khkan?
Dan pada saat ini, suara dintai bawah makin gaduh dan semua preman yang mabuk itu mi bernyanyi bersama.
Suasana benar-benar gaduh dan meriah sedangkan bos mereka dintai 2 hanya bisa menatap Randika dengan topeng tenangnya sambil menahan rasa takutnya.
Deviana berdiri di depan pintu, dia bertugas untuk memastikan tidak ada pengganggu.
"Ku kau berbohong atau jawabanmu tidak memuaskanku, aku akan mencabut nyawamu itu." Kata Randika dengan wajah dingin.
"Kau mau membunuhku? Hahaha." Bos ini tiba-tiba tertawa dan suara tawanya itu menggema keras.
"Sudah banyak orang yang mengancam membunuhku dan mereka semua tidak ada yang berhasil. Kau kira aku takut?"
Randika menggelengkan kepnya. "Percuma kamu pura-pura sombong begitu tapi pada akhirnya memanggil anak buahmu."
Bos itu terlihat terkejut,wannya ini tahu dia sudah memanggil bantuan?
Dm sekejap, para preman yang sedang asyik mabuk-mabukan di bawah segera naik kentai 2 sambil membawa senjata mereka.
"Bos! Ada apa?"
"Bos! Kau baik-baik saja?"
Para preman ini segera mendobrak masuk dan menyadari sosok Randika.
"Dev, bersembunyh." Kata Randika pada Deviana.
Deviana segera bersembunyi di pojok ruangan sedangkan Randika berdiri sambil terus menatap si bos. Si bos itulu berkata dengan nada arogan. "Aku suka nyalimu yang besar itu. Benar kemarin aku menculik seorang perempuan dan tubuhnya benar-benar sesuai dengan seleraku! Hahaha."
Aura membunuh Randika segera menyebar ketika mendengar kata-kata itu. Bos para preman itu merasakan firasat buruk dan membentak bawahannya. "Ngapain diam? Cepat bunuh penyusup itu!"
Tetapi sosok Randika yang ada di hadapannya itu menghng dan meninggalkan jejak teriakan kesakitan.
"Ah!"
"Arghh!"
"Tidak!!"
Teriakan itu tidakma, hanya butuh 5 detik dan keadaan kembali sunyi senyap.
Dm sekejap p, Randika sudah berada di bkang bos tersebut.
"Hari ini kita akan bersenang-senang." Kata Randika sambil tersenyum dan membenturkan kep pria gemuk itu ke atas meja.
Bos preman ini berteriak kesakitan, dialu bersumpah akan membunuh Randika. Deviana, tahu apa yang akan terjadi berikutnya, segera menutup matanya.
Randikalu menjambak rambut si bos dengan satu tangan dan memukulnya hingga hidungnya patah.
"Di mana perempuan yang kau culik kemarin?" Tatapan Randika sudah bagaikan pembunuh berdarah dingin. "Jika kau tidak berbicara, aku akan membunuhmu sekarang juga!"