Chapter 305: Orang G
Merasakan otot-otot di hadapannya itu, Hannah tersipu malu. Karena terikat dengan erat, keduanya ini bisa dikatakan berpelukan dengan erat dan dadanya sendiri itu menempel pada kakak iparnya.
Namun, Hannah tidak mempermashkan ini karena ini adh situasi khusus.
Keduanya berdiri di pintu masuk gua, di atas mereka ada tebing gunung yang harus mereka taklukan. Sekarang seth mendapatkan kekuatan lebih dari hasiltihannya, Randika siap untuk membawa Hannah keluar dari gunung ini.
Randika menghirup napas dm-dm, menatap Hannah dan berkata dengan wajah tersenyum. "Apa kamu siap?"
"Siap!"
Hannahlu memeluk pinggang Randika dengan kedua tangannya. Pada saat ini tenaga dm Randika sudah bekerja dan menyebar ke seluruh tubuhnya. Tetapi tenaga dmnya berpusat pada kedua tangannya.
Di tangan kanannya, pisau yang dia dapat sebelumnya itu juga terdapat aliran tenaga dmnya. Dengan satu hentakan, pisau itu menancap dengan sempurna ke dm tebing.
Seth memastikan pegangannya itu kuat, Randika mi memanjat. Kakinya mi meninggalkan tanah dan tangan kirinya, yang membentuk seperti sebuah cakar, juga mi menancap di tebing.
Dengan cara seperti ini, Randika kembali menaiki gunung ini tetapi dengan cara yang berbeda yaitu memanjat dari tebing. Namun, yang membuatnya lebih menantang adh Hannah yang bergntungan di depannya sambil menutup matanya. Perempuan ini benar-benar takut meskipun sudah terikat erat dengan Randika, dia hanya harus bisa bertahan sampai Randika meraih puncak.
Tangan kanannya yang menggunakan pisau dan tangan kirinya yang membentuk cakar itu dijadikan Randika sebagai t untuk membuat pegangan di tebing. Berkat tenaga dmnya yang melimpah, tebing batu ini sama sekali tidak bisa menghentikannya.
Pehan, Randika dan Hannah mi mendaki tebing ini. Dilihat dari posisinya sekarang, dia masih belum bisa melihat puncak.
Hannah terus memeluk erat Randika. Kepnya beristirahat di dada Randika dan dia dapat mendengar detak jantungnya. Dm hatinya dia sendiri bersorak semangat untuk kakak iparnya ini tetapi dia tidak berani membuat suara sekecil apa pun. Jika Randika itu kehngan fokus sekali saja, bisa-bisa mm ini dia akan bertemu dengannya di surga.
Di tengah tebing ini angin berhembus dengan kuat dan pemandangan bawah seperti jurang maut itu siap menyambut kedatangan mereka. Awan putih yang menyemangati mereka seakan-akan bisa mereka genggam.
Kecepatan memanjat Randika awalnya stabil tapima kmaan menjadi lebih cepat.
Pada saat yang sama, di sh satu titik gunung tempat di mana para pendaki beristirahat dan menikmati pemandangan, beberapa pendaki sedang beristirahat. Sh satu di antara mereka ada pria paruh baya yang sedang menatap puncak gunung yang masih lumayan jauh.
"Aku tidak pernah bosan melihatnya."
Sebn sekali dia akan memanjat gunung ini dan menikmati pemandangan m sambil melupakan kesusahan dm hidupnya. Dia slu terkagum-kagum dengan pemandangan gunung yang megah ini bahkan sudah berkali-kali memanjatnya.
Bersama dengan teman-temannya, mereka memanfaatkan hari libur mereka ini untuk memanjat bersama-sama.
"Hahaha kata-katamu itu sudah seperti kakek-kakek." Temannya menertawainya.
"Atau mungkin kamu sudah capek? Kan sudah berkali-kali kuingatkan jangan minum-minum sehari sebelum memanjat."
Meskipun ini adh gunung yang cocok untuk pendaki pem, di beberapa titik masih terdapat beberapa medan yang terjal dan sulit. Mungkin orang yang sudah tua akan sedikit kesulitan mluinya.
Pada saat ini, seorang perempuan ikut nimbrung dm percakapan mereka. "Jangan shkan dia, dia hanya seorang karyawan jadi maklumi saja ku dia mudah capek."
Mendengar lelucon ini, semuanya ikut tertawa. Tetapi tiba-tiba seseorang di antara mereka terpeleset dan hampir terjatuh ke tebing.
"Awas!" Teman-temannya itungsung sigap dan berusaha menangkapnya.
"Pegangan yang kuat!" Seth beberapa orang memegang tangannya, mereka berhasil mengangkat temannya itu.
"Dasar kamu ini, kaget-kageti saja!"
"Maaf, tiba-tiba kakiku terpeleset begitu saja. Untung saja ada kalian, ku tidak aku pasti sudah mati."
"Ya pasti mati, kamu tidak lihat kita sudah begitu tinggi apa?"
Ketika mereka sibuk memarahi temannya yang hampir jatuh itu tadi, seseorang menyadari ada hal aneh di tebing seberang.
Eh?
Apa orang itu sedang memanjat tebing?
Orang itu js terkejut, bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Tebing itu sangat curam, bukankah itu sama saja dengan mencari mati?
Seakan-akan melihat hantu, orang itu menunjuk ke arah keajaiban itu. "Lihat!"
"Oi ngapain teriak-teriak gitu? Apa kamu tidak lihat aku sedang asyik memarahi teman kita satu ini?"
"Ada orang yang memanjat tebing!" Ketika dia menunjuk ke arah Randika, wajahnya menjadi pucat pasi. Dia sudah tidak mungkin sh lihatgi, kejadian ini benar-benar nyata.
Pegunungan ini memang bagus untuk mendaki bagi semua kngan tetapi untuk memanjat tebingnya, hal ini terkesan mustahil. Tebing yang curam menjadi kend paling besar bagi para penikmat hraga ekstrim itu.
Ketika teman-temannya mendengar ini, semuanya tertawa dan mengejeknya. "Apa kamu sebelum memanjat minum minuman keras? Mana ada orang bodoh yang berani memanjat tebing gunung ini?"
Temannya juga menambahkan. "Sepertinya kamu sendiri harus menuruti kata-katamu itu, bukankah kamu mrang kita untuk minum sebelum memanjat?"
Melihat teman-temannya itu tidak percaya dengannya, orang tersebut menunjuk ke arah Randika berada. "Jika tidak percaya, coba lihat ke arah situ. Orang itu benar-benar sedang memanjat tebing gunung ini."
"Sudah jangan marah seperti itu. Atau jangan-jangan kamu berhalusinasi gara-gara obat ya?" Teman-temannyalu tertawa sekaligi. Sepertinya hubungan mereka itu sangat baik karena bisa bercanda lepas seperti itu.
Ketika dia hendak marah, tiba-tiba sh satu temannya itu menoleh ke arah yang ditunjuknya. Pada saat itu, matanyangsung membeku seh-h menemukan sesuatu yang luar biasa. Di seberang mereka, ada sosok hitam kecil yang sedang bergerak ke atas. Sosok itu mirip manusia dan kecepatan memanjatnya benar-benar cepat!
Dengan cepat dia mengambil teropongnya dan melihat apa yang sedang dilihatnya itu. Matanya terblak ketika melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Di teropong itu, dia bisa melihat Randika yang memanjat sambil memeluk Hannah. Hebatnyagi, orang itu sepertinya memanjat tanpa menggunakan t bantuan sama sekali. Namun, kecepatan memanjatnya itu benar-benar cepat.
Teropong itu terjatuh ketika dia terheran-heran dengan apa yang dilihatnya.
"Hmm? Kenapa?"
Orang itulu menunjuk ke arah Randika dan berkata dengan nada serius. "Ada orang yang memanjat tebing."
"Kamu juga ikutan g? Mana ada orang yang berani memanjat tebing curam ini?"
Teman-temannya yangin ini masih tidak percaya sama sekali. Sh satu dari mereka geleng-geleng dan mengambil teropong tersebutlu melihatnya.
Ketika dia melihatnya, dia benar-benar ikut terkejut bukan main.
Apa? Dia juga ikut terkejut dan berteriak. "Oi, oi, apa yang mereka berdua katakan benar!"
"Hah? Mana teropongnya, palingan yang kalian lihat itu burung."
Pada saat yang sama, temannya itu menyerahkan teropongnya sambil menunjuk ke arah Randika.
Satu per satu dari mereka dapat melihat Randika memanjat bersama Hannah dengan cepat.
"Wow orang itu cepat sekali!"
"Apa aku sh lihat? Bukankah orang itu memanjat tanpa pertan sama sekali sambil menggendong temannya?"
"Ah? Beneran! G sekali orang itu."
Mata mereka sekarang penuh dengan kekaguman.