MillionNovel

Font: Big Medium Small
Dark Eye-protection
MillionNovel > Legenda Dewa Harem > Chapter 375: Pembunuh di Kota Cendrawasih

Chapter 375: Pembunuh di Kota Cendrawasih

    Chapter 375: Pembunuh di Kota Cendrawasih


    Sejak makan mm di restoran itu, hati Viona masih dipenuhi dengan kebingungan.


    Karena wanita adh individu yang rapuh dan mudah terbawa perasaan, perasaan yang dirasakan Viona sekarang ini benar-benar membunuh dirinya. Bahkan Viona kemarin tidak masuk dan berusaha menghindari dirinya, js ini merupakan suatu mash besar.


    Sosok Viona terlihat pendiam, lembut, dan pemalu tetapi sebenarnya dia adh perempuan yang antusias dan unik. Randika mengetahui hal ini karena hatinya sudah terkoneksi dengan Viona sejakma, dia merasa bahwa Viona merupakan pasangan yang ideal untuk dimasukkan ke dm anggota haremnya.


    Yang dibutuhkan dirinya hanyh berhubungan seks dengan Viona, seth itu perasaannya pada dirinya pasti berubah.


    Memikirkan hal ini, Randika tersenyum dan berjn menghampiri Viona.


    Viona sendiri sangat gugup hari ini, kejadian di restoran kapan hari masih membekas di dm dirinya. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika bertemu dengan Randika nanti. Seth kabur dan tidak masuk kerja kemarin, dia merasa bahwa kabur seperti ini bukah jawabannya. Dia merasa bahwa dia harus mengundurkan diri dan keluar dari perusahaan ini.


    Tetapi apakahngkah ini benar-benar merupakan isi hatinya yang sebenarnya?


    Kemarin mm ketika dia mau tidur, Viona berusaha menutup matanya untuk melupakan semua ini. Tetapi yang muncul di benaknya adh senyuman hangat Randika.


    "Viona"


    TIba-tiba, di bkangnya ada suara yang memanggil dirinya. Ketika dia menyadari bahwa suara itu adh milik Randika, tubuh Viona menegang.


    "Ran" Wajah Viona sudah tersipu malu.


    "Vi, kamu kenapa?" Randika tertawa ketika melihat wajah Viona yang merah itu. Ketika dia ingin meraih dagu Viona, Randika menyadari bahwa hal tersebut tidak telu pantas mengingat banyaknya orang yang bekerja di tempat ini.


    Randika sendiri tidak mash dilihat oleh orangin, tetapi Viona merupakan individu yang pemalu jadi Randika menghormati ini.


    "Tidak apa-apa, aku tidak apa-apa! Jawab Viona.


    "Terus kenapa kamu kemarin tidak masuk kantor?" Randika berdiri di depan Viona. Viona yang sekarang sama seperti anak kecil yang sedang diinterogasi oleh gurunya. Ketika Randika meremas lengannya, Viona tidak merasakan sakit minkan kelembutan yang hangat.


    "Aku tidak enak badan jadi aku minta ijin sakit kemarin." Kata Viona. Wajahnya masih terlihat sangat merah.


    "Benarkah?" Randika hanya menyeringai.


    "Sungguhan." Viona menganggukan kepnya.


    Dm sekejap, Randika menyadari bahwa tidak ada orang di koridor ini sekarang. Tangan kanannya bergerak secara pehan ke bkang dan menampar pantat Viona dengan keras. Tiba-tiba, tangan Randika memantul kembali, seh-h dia tangannya itu menampar sebuah b stis.


    Tindakan Randika yang tiba-tiba ini membuat Viona ketakutan setengah mati, dia dengan cepat melirik ke Randika dan bertemu dengan senyuman nakalnya.


    Randika sepertinya th melihat keresahannya.


    Ketika berpikir demikian, Viona tersipu malu.


    "VI, kenapa kamu terus menghindariku? Apa kamu membenciku?"


    Ketika mendengar hal ini, Vionangsung menjadi kbakan. "Tidak! Aku tidak membencimu!"


    Randika menatap lekat-lekat Viona, sudut mulutnya mi menaik dan membentuk sebuah senyuman yang nakal. Sekaligi, dia menampar pantat kenyal milik Viona itu.


    Viona memakaia dm yang minim kain, jadi tamparan Randika ini benar-benar mengenai kulitnya. Yang hanya menghnginya adh rok tipisnya yang membalut pantatnya dengan sempurna. Namun, entah kenapa dia menikmati sensasi ini.


    "Ini hukuman karena kamu berani untuk menghindariku. Apakah kamu berani mkukannyagi?" Sifat sadis Randika mi terpacu, dia memandang Viona dengan tatapan tajamnya.


    Viona tersihir oleh bau lki yang dipancarkan oleh tubuh Randika, pantatnya sendiri membara karena tamparan keras Randika. Dia merasakan rasa malu di dm hatinya, tetapi bukan hanya rasa malu saja yang ada di dm hatinya minkan kehangatan dan kenikmatan. Dengan pehan, dia menganggukan kepnya.


    "Ran kejadian di restoran itu.." Viona terlihat ragu-ragu. Dialu mengangkat kepnya tinggi-tinggi, dia berharap Randika dapat menjskan apa yang terjadi di mm hari itu.


    "Hmm? Kenapa memangnya." Randika memasang wajah bingung. "Vi, aku tidak ingat apa yang terjadi mm hari itu, aku telu mabuk hari itu."


    "Ah!" Kedua mata Viona terbuka lebar, dia tidak menyangka akan mendengar jawaban ini dari Randika.


    "Vi, apa kamu mau ngasih tahu apa yang sebenarnya terjadi mm hari itu? Aku sudah menanyakannya pada yangin tetapi tidak ada yang mau memberitahuku." Kata Randika.


    Bagaimana mungkin Viona mengatakannya? Dibandingkan dengan Hannah dan Inggrid, wajahnya benar-benar tipis. Di bawah serangan Randika, dia th terjebak oleh sifat licik Randika ini.


    "Aku aku juga tidak mengingatnya." Viona menggelengkan kepnya berng kali, dialu tertawa. Senyumannya itu benar-benar mekar dan membawakan sensasi segar.


    "Ran, kadang aku mikir kamu itu telu" Viona berhenti berbicara, dia sepertinya tidak dapat menemukan kata yang tepat.


    "Telu tampan?" Randika membi pipinya. "Aku sudah tahu itu dari awal."


    Melihat Randika mengalihkan topiknyagi, Viona benar-benar merasa tidak berdaya. Namun, dia tidak semalu dan setegang tadi. Jawaban Randika atas kejadian di restoran kapan hari th membuat hatinya terasa lega.


    "Ayo cepat kita masuk, semuanya sudah menunggu." Kata Randika sambil tersenyum.


    Mereka berdualu berjn berdampingan menujuboratorium. Sebelum mereka masuk, para staf sedang mengobrol satu samain.


    Jika tidak ada Kelvin, semua orang suka mengobrol dan meninggalkan pekerjaan mereka. Bagaimanapun juga, mereka sudah bekerja seharian dan merasa suntuk. Ketika Randika datang, mereka mh mengajak Randika untuk bergosip bersama-sama.


    "Hei, hei, apa kalian dengar apa yang terjadi di kota kita beberapa hari ini?" Seorangkiki mi membuat suaranya seperti sedang menceritakan cerita horor. "Beberapa orang th meninggal secara misterius, ketika ditemukan jantung mereka sudah tidak ada!"


    Para staf perempuanngsung menegang ketika mendengar cerita ini.


    "Tidak mungkin." Js mereka semua tidak percaya. "Pembunuh macam apa yang tega mkukan hal itu?"


    "Iya, tidak mungkin pembunuhnya mkukan hal itu. Ngapain juga dia mkukannya!" Bs mereka.


    "Ini sungguhan, aku tidak berbohong." Rupanya yang berbicara adh Adrian. "Aku baru saja membacanya di koran tadi pagi. Rupanya sebn ini, banyak orang di kota kita ini th menghng secara misterius. Ketika akhirnya mereka ditemukan, mereka sudah mati dan jantung mereka sudah tidak ada!"


    "Berita itu juga menyampaikan bahwa kebanyakan korban adh wanita cantik." Lanjut Axel yang ada di sampingnya.


    "Ya ampun, bagaimana ini?" Beberapa staf perempuan mi ketakutan, mereka merasa pembunuh seperti itu benar-benar menakutkan.


    "Nanti ku kalian png, bach berita itu di koran kalian. Menurut investigasi para polisi, pembunuhnya slu mkukan hal yang sama. Dm satu bn ini sudah ada 8 mayat yang ditemukan oleh mereka, tetapi sejauh ini para polisi masih belum bisa menemukan tersangkanya."


    "Aduh bagaimana ini, aku jadi takut keluar sendirian. Bagaimana ku tiba-tiba aku bertemu dengan pembunuh itu?" Wajah perempuan ini mi memucat.


    "Sudah jangan telu khawatir sama hal begitu, dia hanya mengincar wanita super cantik kok." Axel mi menggoda perempuan itu supaya meringankan suasana tegang ini.


    "Maksudmu apa?" Perempuan itu mi marah. "Maksudmu aku tidak cantik?" Semuanyangsung tertawa ketika melihat Axel ketakutan.


    "Ampun, ampun, aku cuma bercanda." Axel mmbaikan tangannya. Perempuan yang mau memukulnya ini terkenal sebagai perempuan tomboy, dia sering menghajarkiki yang berani menantangnya.


    "Tapi aku sarankan kalian jangan keluar telu mm beberapa hari ini. Sepertinya pembunuh itu beraksi di mm hari jadi jangan pernah keluar sendirian, sebaiknya kita waspada dan menghindari kejadian ini." Adrian menambahkan.


    Semua orang mengangguk. Lebih baik mencegah daripada mengundang mash untuk datang, terlebihgi ini menyangkut nyawa mereka.


    Ketika Randika melihat kumpn karyawan ini tidak selesai-selesai bergosip, dia menirukan suara Kelvin dan berteriak. "Siapa suruh kalian santai-santai seperti ini, cepat kerja!"


    Randika memakai sedikit tenaga dmnya ketika menirukan suara Kelvin, suaranya benar-benar mirip dengan Kelvin.


    Tentu saja, semua orangngsung kbakan ketika mendengar itu dan segera kembali ke tempat duduk mereka. Kecepatan mereka benar-benar membuat Randika terkejut.


    Mereka baru saja berleha-leha di depannya, detik berikutnya mereka semua sudah kembali duduk di tempat mereka masing-masing. Wajah mereka yang santai dan bahagia itu berubah menjadi serius dm sekejap.


    Dengan ini Randika bisa mengetahui betapa menakutkan sosok Kelvin di mata para karyawannya.


    Viona hanya bisa tertawa lepas, adegan ini benar-benar lucu.


    Para staf ini akhirnya menyadari bahwa yang berteriak tadi rupanya adh Randika, hati mereka segera menjadi rileks.


    "Pak Randika jahil sekali, kenapa bapak suka membuat kami jantungan seperti ini?" Axel mengelus dadanya.


    "Pak, tolong jangan dingigi. Kami benar-benar takut barusan!" Beberapa perempuan juga mi mengeluhkan hal yang sama.


    Randika hanya bisa tertawa. "Kalian saja yang penakut, masa cuma satu bentakan saja kalianngsung kbakan."


    "Siapa yang takut?!" Semuanya mi bersemangat. "Kami tidak takut!"


    "Benar, siapa yang takut?" Adrianngsung membesarkan otot dadanya. "Aku tidak takut sama pak Kelvin!"


    Namun tiba-tiba, suara pintu terbuka dapat terdengar. Semua orangngsung membeku dan Adrianngsung berkeringat dingin. Sosok Kelvin dapat terlihat muncul dari balik pintu.


    Kali ini, semua orangngsung duduk dengan tenang di tempat duduk mereka. Satu per satu dari mereka mi fokus kembali bekerja.
『Add To Library for easy reading』
Popular recommendations
A Ruthless Proposition Wired (Buchanan-Renard #13) Mine Till Midnight (The Hathaways #1) The Wandering Calamity Married By Morning (The Hathaways #4) A Kingdom of Dreams (Westmoreland Saga #1)