Chapter 386: Kebetn?
"Kak Randika."
Hannah masuk ke dm ruanganboratorium Randika, untungnya saja, tidak ada orang sin Randika karena semuanya sudah keluar untuk makan siang.
Jika mereka mendengar kata-kata Hannah barusan, gosipnya menikahi Inggrid Elina bisa tersebar luas.
"Hei." Randika mmbaikan tangannya. "Kenapa kamu di sini?"
"Aku bosan, jadinya aku datang ke perusahaan." Hannah mengambil kursi dan duduk di samping Randika. Diangsung melirik ke komputer Randika yangyarnya ternyata game mine sweeper.
"Kak, kakak begitu bebasnya sampai main game saat bekerja." Mulut Hannah sudah melengkung bagaikan pngi.
"Han, bukan berarti aku punya waktu luang, aku harus menemanimu setiap harinya. Apa kamu tidak ada ks?"Tanya Randika.
"Tidak ada ks beberapa hari ke depan, aku tinggal menunggu hasil ujian keluar." Kata Hannah sambil tersenyum. Tiba-tiba dia merasa haus, dia kemudian mengeluarkan sebotol air putih dari tasnya.
"Apa air itu juga pemberian dari Roberto?" Tanya Randika dengan nada santai.
Hannah terlihat kaget. "Tahu dari mana kakak?"
Diagi!
Wajah Randika berubah menjadi serius. "Han, apa pun yang dibelikan oleh Roberto untukmu, mau itu makanan atau minuman, kamu jangan sampai memakannya ya!"
"Hah? Kenapa harus sampai segitu?" Wajah Hannah berubah menjadi cemberut. Namun ketika melihat wajah serius kakak iparnya, dia mengangguk pn. "Baih, aku tidak akan menyentuhnya sama sekali."
"Coba aku lihat airmu." Kata Randika.
Hannah memberikan botol airnya itu pada Randika. Randikangsung menerawangnya denganmpu ruangan, mencoba memeriksa apakah ada suatu kejanggn.
"Kak, ku kamu ambil airku, aku minum apa?"
"Nanti beli sendiri saja di luar." Bs Randika dengan santai.
Hannah menjadi marah, namun dari balik meja, tiba-tiba Randika mengeluarkan sekotak teh dan meletakannya di depan Hannah.
"Sudah tidak perlu ngambek, minum punyaku ini saja." Kata Randika dengan santai. "Kok bisa kamu ketemu Roberto hari ini?"
"Kak Randika memang yang terbaik!" Hannah dengan cepat mengambil teh tersebut dan menyesapnya. "Aku bertemu dengannya secara kebetn. Aku pergi bnja baju sama teman-temanku sebelum ke sini, rupanya Roberto dkk juga sedang bnja. Kita semua bnja rame-rame dan di tengah jn Roberto membelikan kita air."
Kebetngi?
"Terus yang kemarin di mall itu, apakah itu juga kebetn?" Tanya Randika.
"Iya, mereka juga kebetn sedang jn-jn di mall yang sama."
Randika mengerutkan dahinya. Kebetn? Dia tidak percaya kebetn bisa terjadi 2x. Sudah js bahwa Roberto sedang membuntuti Hannah.
"Kak, aku mau ke tempat kak Inggrid ya. Terima kasih minumannya." Hannahngsung keluar dariboratoriumnya.
Randika juga ingin makan siang, ketika dia hendak pergi, tiba-tiba Viona kembali ke ruangan.
"Lho, bukannya kamu pergi makan sama teman-temanmu?" Randika cukup terkejut.
Viona dengan wajah malunya berkata dengan nada yang pn. "Aku pikir kamu belum makan siang jadi aku membelikanmu nasi goreng dan bergegas kembali."
Randika benar-benar tersentuh. Dilihat-lihat, Viona yang terengah-engah itu membawa kresek berwarna hitam. Sepertinya dia sangat memikirkan dirinya.
Randika dengan senang hati menerima makanan tersebut dan duduk. Viona juga duduk di sampingnya.
Ketika dia membukanya,uknya tidak kh banyak dengan nasinya.
Randika cukup terkejut karena bisa dibng nasi gorengnya ini cukup lengkap dengan adanya ayam goreng, telor ceplok, dan kerupuk.
"Apakah kamu tidak suka sama makanannya?" Tanya Viona.
"Tentu saja aku sangat suka, apa pun yang kamu berikan pasti enak! Tapi lebih enakgi sih ku kamu suapin aku" Randika melirik Viona dengan tatapan manja.
"Ran, jangan gitu, kita masih di kantor. Sudah ayo cepat dimakan, nanti keburu selesai jam istirahatnya." Viona terlihat malu namun hatinya benar-benar bahagia.
Randika mi mengambil sendok stiknya dan mencicipinya. Seth mengunyah nasinya, dia terdiam. Ketika dia mengambil ayam gorengnya, dia juga terdiam.
Viona menatap Randika dengan cemas. "Apakah enak?"
Randika menutup matanya dan membuat suara ''hmmm'' yang lumayan panjang. "Benar-benar enak! Kamu pintar juga nyari makanan seperti ini."
Seth mendengar pujian Randika, hati Viona menjadi senang. "Ku begitu habiskan ya!"
"Vi, aku tahu kamu tadi pagi datang lebih awal kan? Kamu pasti tidak sempat sarapan, ayo sini kusuapin." Kata Randika.
"Hentikan" Viona terlihat sedikit marah, tetapi wajahnya menunjukkan beberapa ekspresi yang berbeda. Namun hatinya masih mengingatkan dirinya bahwa ini masih tempat kerjanya.
"Hmm, kenapa? Sudah tenang saja, mereka semua masih makan siang. Sudah ayo buka mulutnya, ahhh" Randika mengambil sesendok penuh nasi gorengnya, Viona pada akhirnya juga membuka mulutnya dan menerima suapan pertamanya itu.
"Enak bukan?" Kata Randika sambil tersenyum.
"Iya enak." Viona menganggukan kepnya.
"Ayo satu suapgi." Kali ini Randika mengambilkan sepotong ayam gorengnya. Seth itu, dia berkata pada Viona. "Ayo gantian, sekarang giliranmu menyuapiku."
Wajah Viona sudah merah, tetapi dia tetap mengambil sendoknya dan mengambilkan sesendok penuh nasi gorengnya. Pehan, dia menyuapi Randika meski dengan tangan yang gemetar.
Randika mengunyah dan mennnya, seth itu dia berkata dengan santai. "Seandainya saja ada dua sendok, kita bisa gantian menyuapi satu samain."
"Ran" Wajah Viona masih tetap merah. "Bagaimana ku tiba-tiba ada yang datang?"
"Tidak perlu khawatir, mereka seharusnya baru balikgi setengah jamgi. Mana mungkin monyet-monyet itu kembali dengan cepat?"
Ketika baru saja Randika selesai berbicara seperti itu, dari luar muncul sebuah suara. "Pak, bisa-bisanya Anda mengatai kita monyet?"
Randika terkejut, Viona juga terkejut, merekangsung menjauhi satu samain.
Tetapi semua sudah tembat. Ketika Adrian masuk, dia sudah melihat bungkusan nasi dan sendok di atas meja. Terlebihgi, Viona duduk persis di samping Randika meskipun tempat ini sangat sepi.
Dm sekali lirik, Adrian bisa menyimpulkan apa yang th terjadi.
"Pak Randika enak rek, beruntung sekali hidupmu." Tatapan mata Adrian terlihat iri. "Kapan aku bisa disuapin sama pacar, seandainya saja hidupku sebagus pak Randika."
"Ngomong omong kosong apa kamu?" Randika menatapnya dengan tajam. "Sudah berhenti ngomong yang tidak-tidak, ini aku ada botol air yang perlu diperiksa."
"Pak, aku tidak omong kosong." Adrianlu bertanya. "Memangnya mana sendok pak Randika?"
Sendok? Bukannya ada di atas meja?
Randika menurunkan kepnya dan melihat bahwa sendok itu tidak ada di sana. Pada saat ini, dia baru menyadari bahwa dia tadi meminta Viona untuk menyuapi dirinya.
Mati aku!
Hati Randika benar-benar panik, Viona yang duduk di sampingnya terlihat menggenggam erat sendoknya dan wajahnya sudah merah seperti tomat.
Randika terbatuk dua kali dan berkata dengan nada yang serius. "Adrian, sepertinya aku perlu memberiporan pada Kelvin bagaimana kinerjamu sma ini."
"Ampun pak, ampun, aku akan tutup mulut." Seketika itu juga, Randika melemparkan botol airnya kepada Adrian. Dengan cepat pegawai satu ini mengecek kandungan yang ada di dm air.