MillionNovel

Font: Big Medium Small
Dark Eye-protection
MillionNovel > Legenda Dewa Harem > Chapter 64: Namaku Indra

Chapter 64: Namaku Indra

    Chapter 64: Namaku Indra


    Randika menatap cahaya mentari yang begitu hangat. Ya hari ini benar-benar terlihat sempurna!


    Ketika dia turun dari bisnya, Randika memi perjnan kakinya dari Kota Kebon Raya menuju Desa Jagad.


    Keempat kakeknya merupakan pendiri dari desa tersebut jadi bisa dibng, desa itu adh milik kakeknya.


    Tidak butuh waktu yangma untuk Randika melihat pemandangan pedesaan. Banyak petani sedang bercocok tanam, anak-anak dari desa sebh yang sedang bermain dan yang paling mencolok di matanya adh seorang pesumo yang sedang duduk sambil makan nasi bungkus!


    Randika belum pernah melihat orang segemuk itu.


    Bukan hanya itu, dia juga tinggi mungkin sekitar 190 cm.


    Tinggi dan gendut, bobotnya mungkin mencapai 175 kg!


    Pria gemuk itu memakai jubah longgar seperti yang biasa dipakai kakeknya. Maklum, mungkin tidak ada baju yang bisa menutupi badan itu! Dialu melihat leher orang itu yang setebal kepn tangannya.


    Cuma ada satu ciri khas yang dimiliki orang segemuk dia, mau dilihat dari sisi manapun, hanya daging yang terlihat!


    Bisa dikatakan bahwa orang ini adh daging berjn.


    Randikalu berpikir ku dia ditindih orang ini mungkin dia akan mati dm sekejap.


    Lalu, dia melihat bahwa pria gemuk itu sedang duduk bersama seorang petani tua dan ada tumpukan kayu di sampingnya.


    Rasanya nasi bungkus itu merupakan hadiah karena sudah membantu kakek tua itu.


    Kemudian seth dia selesai makan, pria gemuk itu berdiri dan berjn menujudang.


    Dari caranya bernapas dan berjn sudah menunjukkan bahwa dia bukan orang gemuk sembarangan. Langkah kakinya mantap dan terlihat ringan, napasnya teratur dan tidak tergesa-gesa.


    Sepertinya orang itu th betih b diri.


    Karena penasaran, dia menghampiri orang tersebut.


    "Smat siang pak." Randika menyapa petani tua yang masih duduk. Petani itu membs sapaannya. "Siang juga nak."


    Orang gemuk itu juga menyadari Randika dan berjn kembali ke arahnya. Ketika Randika melihat wajahnya, diangsung teringat Krilin dari Dragon Ball. Bundar dan sipit, bedanya mungkin cuma ukuran kepnya saja.


    "Smat siang, namaku Indra." Pria gemuk itu menyapa Randika.


    Ketika berdekatan seperti ini, Randika baru benar-benar merasakan betapa tingginya orang ini.


    "Hahaha Indra jangan buat kaget orang luar. Dia ini pemuda kebanggaan kami, tubuhnya besar dan hatinya juga besar. Dia slu ada untuk menolong kami para petani tua ini." Petani tua itu terlihat senang.


    Indra hanya tersenyum diam mendengarnya.


    "Maafkan ku akuncang, berat badanmu berapa? Kenapa bisa kau begitu gemuk?" Randika tidak bisa menahan rasa penasarannya tersebut. Ku dilihat dari dekat, orang ini benar-benar sehat.


    Randika tidak bisa dikbui, kemampuan orang ini termasuk hebat.


    "Aku tidak tahu, akuhirhir sudah gemuk." Indra menjawabnya sambil tersenyum.


    "Dari kecil dia sudah besar dan gemuk seperti ini. Meskipun begitu, dia tidak pernah kelhan ataupun mengeluh sakit. Hebat bukan? Hahahaha." Petani tua itu seakan membanggakan anaknya sendiri.


    Yah Randika bisa menyimpulkan satu hal dari pertemuan singkatnya ini. Meskipun orang ini ramah tetapi dia bodoh.


    Wajahnya terlihat bloon ketika dia tersenyum.


    "Hmm? Kenapa kau terus menatapku?" Tanya Indra.


    Inderanya tajam!


    Dia hanya meliriknya dari sudut matanya dan Indra bisa mengetahuinya.


    Randika lumayan terkejut dan menjawab sambil tersenyum. "Hahaha aku hanya takjub saja, kau orang tergemuk yang pernah kulihat."


    Karena markasnya dulu berada di Jepang, Randika familiar dengan para pesumo. Mereka sangat gemuk dan ketika mereka berjn sedikit saja sudah berkeringat sekaligus tarikan napasnya menjadi singkat. Berbeda dengan Indra yang pernapasannya stabil dan terlebihgi inderanya yang tajam itu.


    "Kau benar. Banyak orang yang terkejut ketika melihatku." Kata Indra dengan polos.


    Karena matahari sudah mi turun, petani tua itu hendak kembali ke rumah. Indra membantunya membawa kayu bakar tadi dan menuntunnya png.


    Karena arah yang ditujunya sama, mereka bertiga berjn sambil berbincang-bincang.


    Ketika mereka sampai di rumah petani tua itu, Indra menaruh kayu bakarnya. "Kau benar-benar pemuda yang baik Indra." Petani tua itu merasa bersyukur.


    Sekarang Indra dan Randika berjn berdua meninggalkan rumah si petani. Randika mi bertanya untuk memecahkan keheningan, "Kau tinggal di mana?"


    Indra tampak bingung untuk menjawabnya dan akhirnya mengatakan, "Aku tidak bisa bng."


    "Hmm? Kenapa?" Randika penasaran.


    "Guruku bng jangan beritahu siapa-siapa tempat tinggalku."


    Randika terkejut, dugaannya tentang Indra seorang ahli b diri ternyata benar.


    "Oh? Siapa nama gurumu memangnya?"


    "Aku tidak bisa bng." Wajah simpel Indra terlihat semakin serius.


    "Gurumu mrangmu bicara tentang itu juga?" Randika mengerutkan dahinya.


    "Eh? Kenapa kau bisa tahu?" Mata Indra terlihat berbinar. "Kau pintar juga ya."


    Anak kecil pun juga tahu ku kau mengngi jawaban yang sama, pikir Randika.


    "Apakah tempat tinggalmu di Kota Kebon Raya?" Randika terus mengorek informasi.


    Indra berpikir keras sambil menyngkan tangannya. Karena gurunya menyuruhnya tidak mengatakan di mana dia tinggal, seharusnya tidak apa-apa jika dia menjawab iya atau tidak. "Aku bukan tinggal di sana."


    Eh?


    Bukan dari Kebon Raya?


    "Terus kenapa kamu berada di pinggiran desa begini?"


    "Itu" Indra berpikir kerasgi. "Aku tidak bisa bng."


    Randika heran dan bertanya kembali, "Kenapa kau tidak bisa bng?"


    "Sin darirangan guru, aku akan menjawabnya." Indra benar-benar naif dan polos.


    Ketika mereka berjn berdampingan begini, Randika benar-benar tertutup bayangan.


    Randikalu memalingkan wajahnya dan merasa ms untuk berbicaragi.


    "Kenapa menjadi diam?" Indra penasaran.


    "Sepertinya kau drang banyak hal oleh gurumu itu, jadi aku tidak tahu harus bertanya apa."


    "Oh!" Indra menggaruk-garuk kepnya. "Benar juga."


    Randika kehabisan kata-kata, kenapa orang ini begitu patuh?


    Merekalu berjn berdampingan tanpa mengatakan sepatah kata pun.


    Takma kemudian, Desa Jagad sudah terlihat di depan mata. Melihat pemandangan yang familiar ini membuat Randika menjadi rileks. Entah kenapa dia merasa bahagia ketika png ke rumahnya satu ini.


    Bagaimanapun juga, ini adh tempat dia tumbuh besar.


    Ketika mencapai di perbatasan Desa Jagad, Randika merasa ada yang aneh. "Kenapa kau mengikutiku ke desa ini?"


    Arah Randika tepat menuju Desa Jagad, seharusnya Indra sudahma berpisah dengannya.


    "Aku.... Aku tidak bisa bng."


    Randika menjadi jengkel dan mencuekinya.


    Melihat bahwa Indra terus mengikutinya, Randika memutuskan untuk beri sekuat tenaga.


    "Hei tunggu aku!" Indra masih bingung dengan tujuan Randika.


    Seth beri beberapa detik, Randika berhenti dan melihat kedua kakeknya sedang memanen tanaman obat.


    "Kakek!" Randika berteriak keras.


    Kedua kakek itu menoleh dan kakek keduangsung mengomel. "Bah bocah ingusan ini kembaligi."


    "Hahaha ini dia anak kebanggaan kakek." Kakek keempat segera menghampiri Randika. Senyuman di wajahnya sangat lebar.


    "Randika sudah balik?" Kakek ketiga yang ada di rumah segera keluar dan menyambut Randika. Dengan sedikit tersenyum dia mengatakan. "Hahaha ramnku memang tepat."


    "Kakek ketiga memang hebat." Kata Randika.


    "Omong-omong, bagaimana dengan ramnku sebelumnya tentangmu?" Tanya kakek ketiga.


    "Berkat bantuan kakek berikan sebelumnya, aku berhasil smat dari maut." Kata Randika.


    "Syukuh ku begitu." Kakek ketiga tersenyum lebar. "Aku juga meramal ng tentang nasibmu ketika kau pergi kapan hari. Hasilnya sudah jauh lebih bagus."


    "Oya kek, obat kakek benar-benar manjur lho." Kata Randika.


    "Tentu saja!" Janggut kakek ketiga bergetar, dengan muka bangganya dia mengatakan. "Itu obat yang kukembangkan bertahun-tahun, mana mungkin tidak manjur?"


    "Ku begitu aku mintagi kek, sudah kuminum kapan hari soalnya."


    "Apa?" Kakek ketiga terkejut. "Bajingan, kau kira gampang membuat obat seperti itu? Aku kerja susah payah tahu, bagaimana bisa aku membuatnya semudah itu?"


    Saking antusiasnya kakek ketiga mengomeli Randika, air ludahnya itu berterbangan.


    Kakek keempat terlihat senang melihat pemandangan penuh nostalgia ini, dialu mengatakan. "Oya, akhir-akhir ini kami menerima murid baru. Kemampuannya cukup hebat."


    "Murid?" Randika terkejut. Berarti kakeknya ini mengadopsi anakgi?


    "Butuh beberapa waktu untuk kita semua setuju mengangkatnya." Kakek kedua menghampirinya. Dialu berkata sambil tersenyum, "Dia adh pendekar hebat yanghir 100 tahun sekali."


    "100 tahun sekali?" Randika terpukau ketika mendengarnya. Sehebat apa orang itu?


    "Siapa dia?" Randika penasaran. Ku para kakeknya ini berani mengatakan seperti itu, maka orang tersebut sudah jenius sejakhir.


    "Sebentargi seharusnya dia png." Lalu kakek kedua menunjuk ke arah jn yang dlui Randika tadi.


    Yang dilihat Randika hanyh Indra!


    "Kek, jangan omong itu murid baru kakek?" Tanya Randika.


    "Benar orang gemuk itu." Kakek kedua lumayan bingung dengan pertanyaan Randika, masa bocahnya itu tidak bisa merasakan tenaga dm Indra yang melimpah?


    "Ah!" Mulut Randika terbuka lebar ketika mendengarnya. Ketika dia masih melongo, Indra sudah sampai di bkangnya.


    "Sm kepada ketiga guru!" Indra memberi hormat pada ketiga gurunya.


    APA?


    Randika masih tidak percaya mendengarnya. Tiga guru? Berarti Indra bjar tentang ilmu pengobatan dan b diri?


    Ini benar-benar masih tidak dapat Randika percaya.


    "Indra ini adh Randika. Dia adh kakak seperguruanmu." Kata kakek kedua sambil tersenyum.


    "Baik."


    Indralu berbalik ke arah Randika dan berkata sambil membungkuk hormat. "Sm kakak seperguruan, namaku adh Indra."
『Add To Library for easy reading』
Popular recommendations
A Ruthless Proposition Wired (Buchanan-Renard #13) Mine Till Midnight (The Hathaways #1) The Wandering Calamity Married By Morning (The Hathaways #4) A Kingdom of Dreams (Westmoreland Saga #1)