Chapter 196: Serangan Balik (2)
Seth mengumpulkan para pramugari di bagian bkang pesawat, para teroris ini membawa seluruh pramugari tersebut ke kabin ks pertama agar dapat mengawasi mereka lebih leluasa.
Di kabin orang kaya ini, ada 8 teroris yang berjaga.
"Berisik!" Sh satu teroris berteriak pada perempuan yang sedang menangis. Suara tangisnya itu cukup keras dan membuatnya jengkel.
Perempuan tersebut terkejut dan mengusap air matanya.
"Ku kau menangisgi, aku tidak akan segan-segan membunuhmu." Kata teroris tersebut sambil mengarahkan senapannya ke perempuan tersebut.
Semua penumpang yangin sama sekali tidak berkomentar. Beberapa penumpang sudah memancarkan aura kemarahan mereka ketika melihat hal ini. Tetapi, ketika teroris itu menodongkan senjatanya, mereka sama sekali tidak berani untuk bergerak sembarangan.
Ku pun mereka berhasil menjatuhkan satu orang ini, masih ada 7 terorisinnya dan itu sudah cukup membuat kabin ini menjadihan pembantaian.
Merasakan kekuatan dan kekuasaan yang absolut ini, teroris tersebut berkeliling sambil memegang senjatanya dan mengerutkan dahinya ketika melihat seorang anak kecil.
"Kalian berdua cepat berdiri!"
Ibu dan anak, yang memeluk ibunya dengan erat, tersebut terkejut. Anak kecil tersebut ketakutan dan mi menangis.
"HUA!"
Tangisannya yang keras itungsung menggema ke seluruh kabin. Dm sekejap hati ibu tersebut mengepal dan takut akan nasibnya.
"Sayang, cup-cup, sudah jangan nangis ya."
Ibunya itu dengan cepat menenangkan anaknya yang masih berusia 2 tahun tersebut. Tetapi melihat anak dan ibunya itu sama sekali tidak berdiri, teroris tersebut mendengus dingin dan menarik paksa tangan si anak.
"Tidak! Lepaskan anakku!" Sang ibungsung menarik tangan anaknya dan ingin merebutnya kembali.
Teroris tersebut memukul sang ibu dengan senapannya hingga berdarah.
Ibu yang terjatuh dintai itu berkata sambil menangis. "Ambil saja aku, kembalikan anakku!"
Para penumpang yangin sama sekali tidak berdaya, mereka ingin membantu ibu itu tetapi mereka tidak punya keberanian untuk mkukannya. Mereka melihat teroris tersebut mengangkat anak kecil tersebut dan tersenyum jahat sambil menodongkan senjatanya tepat di samping kep anak kecil itu. Semuanya merasa bahwa mungkin ini adh akhir dari anak kecil tersebut.
Para teroris yangin sempat geleng-geleng dengan temannya satu itu, mereka memutuskan untuk mencuekinya.
Melihat anaknya ditodong senjata, tangis ibu tersebut makin keras dan memohon ampun untuk anaknya. Tetapi pada saat ini, tirai pintu antar kabin terbuka.
Beberapa teroris menyadari hal ini dan membidik senjata mereka ke arah tersebut.
"Halo!" Randika tersenyum dan menembakan senjatanya.
Dor! Dor! Dor!
Ketika pelurunya melesat, peluru tersebutngsung bersarang tepat di dahi mereka. Ketiga terorisinnya terkejut ketika mendengar tembakan ini dan berdiri. Yang mereka terakhir ingat adh rasa sakit di dahi mereka ketika tiba-tiba pandangan mereka menjadi gp.
Dm sekejap, 7 teroris sudah mati terbunuh dan tinggal seoranggi yang menyekap seorang anak kecil.
"Jangan bergerak!"
Teroris tersebut menatap Randika dengan kaki yang bergetar. Senapannya sama sekali tidak beranjak dari kep si anak.
"HUA!"
Tangisan anak kecil itu semakin menjadi-jadi ketika teroris tersebut mencengkeramnya dengan erat.
Randika hanya mengerutkan dahinya dan teroris itu berkata dengan nada dingin. "Buang senjatamu atau akan kubunuh anak kecil ini!"
Kejadian seperti ini slu menyulitkan bahkan untuk tim kesatuan khusus polisi. Jika kita menuruti dan membuang senjata kita, maka penjahat akan mempunyai kendali atas nyawa semua orang. Tetapi jika kita tidak membuang senjata, sandera akan mati.
Hati si ibungsung mengepal, Randika sendiri hanya tersenyum. "Ku aku tidak mau?"
"Ku begitu darah anak kecil ini adh dosamu!" Teroris itu tersenyum jahat, tetapi tiba-tiba, dia merasakan hawa dingin dari arah bkangnya. Dia sama sekali tidak tahu kapan orang itu sudah menyelinap ke bkangnya.
"Ku begitu aku akan membunuhmu duluan." Randika menggelengkan kepnya sambil mematahkan leher teroris tersebut. Meskipun dia masih belum bisa menggunakan seluruh kekuatannya, kecepatannya masih tidak tertandingi dan hanya beberapa orang di dunia yang bisa mengimbanginya.
Lehernya yang patah itu hanya bisa melotot tidak percaya, sejak kapan orang ini sudah dibkangnya.
Randika berhasil mendapatkan anak kecil tersebut sebelum teroris itu menibaninya. Tiba-tiba anak kecil itu berhenti menangis dan menatap Randika dengan kedua b matanya yang besar.
Anak kecil itu sepertinya bisa memahami bahwa Randika adh orang yang baik dan seketika itu dia mi tertawa. Melihat senyuman anak kecil ini, suasana hati Randika yang muram itu membaik sedikit dan dia hendak tersenyum.
Namun pada saat ini, tanpa peringatan apa-apa, anak kecil ini mi pipis!
Bajingan!
Randika terkejut merasakan air pipis yang hangat di sepatunya dan segera menjauhkannya dari dirinya. Semua air pipis itulu menggenang dintai.
Untungnya saja Randika bisa merespon semua ini dengan cepat, sepatunya hanya basah sedikit.
Randika mengh napas ketika anak kecil itu selesai mengeluarkan pipisnya. Adegan lucu ini membuat suasana tegang kabin ini menjadi sedikit lebih lepas dan orang-orang mi tertawa.
Randika, sambil menggendong anak kecil itu, mengembalikannya pada ibunya.
"Terima kasih, aku benar-benar berterima kasih padamu!" Ibu itu tidak bisa berhenti mengucapkan rasa terima kasihnya sambil memeluk anaknya.
Semua orang bertepuk tangan pada Randika tetapi Randika sendiri hanya berjn menuju kokpit pilot.
Randika berhasil mengamankan seluruh anggota teroris ini tanpa membiarkan mereka memberitahu keadaan mereka pada teman-temannya jadi informasi mengenai pesawat ini diambil alih kembali belum sampai di kokpit.
Randika menekan tombol bel di pintunya dan suara bos dari para teroris itu terdengar. "Ada apa?"
"Anak buahmu sudah mati semua." Kata Randika dengan santai. "Buka pintunya, ini semua sudah berakhir."
Tidak ada jawaban sama sekali untuk beberapa saat,lu si bos itu berkata dengan nada datar. "Yang mati biah mati. Lagip mereka sudah menyerahkan nyawa mereka untuk kemakmuran organisasi kami. Nyawa mereka tetap hidup di hatiku!"
Randika membsnya sambil mengh napas. "Buka atau kudobrak."
"Hah? Jangan berkata omong kosong seperti itu, jika kau bisa mendobraknya kenapa kau memintaku untuk membukakannya?" Si bos teroris ini sepertinya tidak percaya dengan kekuatan Randika. "Aku akan membunuh kedua pilot ini jika pesawat ini sudah sampai ke tujuan, jadi aku harap omong kosongmu itu dapat menymatkan mereka."
Randika menggelengkan kepnya dan meletakan tangannya di pintu.
Pintu kokpit ini benar-benar anti peluru dan ledakan, hampir mustahil untuk mendobrak masuk.
Di atas pintu, tangan Randika mi menyalurkan tenaga dmnya. Di bawah serangan tenaga dmnya, pintu tersebut seakan-akan sudah tidak kuat menahan kekuatannya dan mi bergetar. Sepertinya pintu itu akan meledak kapan saja.
Si bos yang berada di dm terkejut ketika melihat pintu itu bergetar. Masa musuhnya itu bisa mendobrak masuk ke dm sini?
Di tengah dia masih berpikir, pintu kokpit ini terjatuh ke bkang dan sosok Randikangsung masuk dengan santai.
Melihat sosok musuhnya yang tenang itu, dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya dan bahkan rokok yang dia hisap terjatuh.
Dia sudah pernah membunuh para prajurit terkuat tetapi dia belum pernah melihat musuh yang sekuat ini. Apa dia masih bisa dibng manusia?